Budzaemon Uncensored!: Teokrasi Feodal dalam Sholat Berjamaah

all about budzaemon & uncensored....

Saturday, September 27, 2008

Teokrasi Feodal dalam Sholat Berjamaah

Berawal pada saat mata melirik ke jamaah sebelah yang tidak mengangkat tangan dan berdoa qunut. Saat itu gw memang lagi sholat subuh berjamaah di mushola deket rumah gw (tumben nih?hi3x..jadi malu). Sedangkan semua jamaah lain termasuk gw dengan khusyuk (khusyuk kok sempet melirik ke sebelah?) ikutan qunut. Hmmm..dulu gw termasuk orang yang ga ikutan qunut ketika sholat subuh. Tapi kenapa sekarang ikutan? Hal itu pernah gw tanyakan kepada salah satu ustadz (yang ustadz ini gw percaya banget klo nanya yang berkenaan dengan soal fiqih, kebetulan nih ustadz termasuk golongan keras hiii..) Ustadz itu malah bilang, "Ngapain ga ikutan qunut? klo ente sholat berjamaah imamnya qunut, walaupun ente termasuk orang yang ga qunut klo subuh, tapi pas sholat berjamaah imamnya qunut ente wajib ikut... Yang namanya sholat berjamaah itu hak kita sebagai individu dicabut mulai dari takbiratul ihram sampe salam, klo ada satu rukun yang ga ente ikutin namanya lalai...itungannya sholat berjamaah ente jadi ga sah"

Rasanya hal yang dikatakan ustadz tadi benar juga, ketika ikut dalam sholat berjamaah, hak kita sebagai individu dicabut mulai dari takbir awal hingga pada salam. Pada saat itu sebagai makmum kita hanya berhak mengikuti gerakan imam dan tidak boleh mendahuluinya. Termasuk ikut imam pada saat imam baca qunut. Terlepas dari masalah qunut termauk rukun sholat shubuh atau bukan, yang ingin gw coba gali di sini adalah nilai-nilai teokrasi feodal yang muncul pada saat sholat berjamaah yang merupakan pencerminan tata cara kehidupan berjamaah (bagi yang mengaku berjamaah dan memiliki jamaah).

Pada saat mulai takbir mengikuti imam pada saat itulah hak pribadi dalam berhubungan vertikal ke atas tercabut, imam di depan seolah menjadi perwakilan dari Tuhan untuk menuju ridhoNya atas ibadah yang dilakukan. Tidak sedikitpun boleh mendahului gerakan imam, bacaan tidak boleh lebih keras dari imam, bahkan kita harus siap menerima dan mengikuti apapun yang dilakukan imam (termasuk qunut tadi). Maka pada saat itulah feodalisme terjadi, feodalisme sang imam terhadap makmumnya. Makmum hanya diberikan kesemetan untuk 'mengkoreksi' atau mengingatkan imam ketika salah hanya dengan ucapan subhanallah (bagi pria) dan tepukan tangan (bagi wanita). Selebihnya tidak ada nilai demokrasi di dalamnya. Termasuk tercabutnya hak untuk memilih bacaan surat apa yang dibaca sang imam setelah al fatihah (Ga mungkin kan abis al fatihah kita teriak : "Usul Pak Imam, berhubung kaki ane lagi sakit bacaannya Qulhu aje. atw apa aja dah yang penting jangan panjang2"). Kuat atw tidak kuat kaki kita berdiri karena menunggu bacaan imam pun tidak bisa terbantahkan. Artinya jika kita memang bukan orang yang termasuk wajib qunut pada saat sholat shubuh, maka jika sudah tau pada suatu jamaah sholat shubuh ada unutnya, pilihannya lebih baik tidak ikut jamaah tersebut, atau kalaupun ikut harus wajib mengikuti apapun yang ada di dalamnya (ya termasuk qunut tadi)

Keadaan itu juga yag seharusnya terjadi pada kelompok2 harokah yang mengaku berjamaah. Kepatuhan pada sang Mursyid Am, Imam besar, Kyai dan berbagai istilah sebagai perwalian Tuhan di dunia seharusnya ditelan bulat2 oleh para pengikutnya sehingga tidak ada tuh yang istilah "Ikhwan nakal" yang kadang sering disebutkan sebagai warna demokrasi dalam organisasi (Hmmm.. klo diliat dari akarnya demokrasi sendiri itu adalah tindakan setan lho...inget kan waktu iblis menolak perintah Allah untuk sujud pada Adam dengan alasan yang logis, bukankah itu demokratis, tapi nyatanya Allah tidak terima, Allah ingin semua kehendaknya dituruti...). Maka bullshit ketika ada suatu jamaah yang mengaku demokratis dalam menjalankan sistemnya. Analoginya mana mungkin ketika sedang sholat kita sebagai makmum bisa dengan enaknya usul ke imam untuk bacaannya surat ini aja, atw surat anu aja. Sebuah jamaah dibangun atas dasar baiat kepada jamaah dan patuh pada sang imam sebagai bentuk jalan menuju ridhoNya. Maka buat teman2 gw yang mengaku berada dalam lingkaran jamaah tapi masih bertindak seperti "ikhwan nakal" menurut gw pilihannya sama seperti analogi sholat shubuh dengan qunut tadi. Klo mo ikut sholat ya lakukan seluruhnya termasuk qunut, klo tidak mo ikut qunut ya jangan sholat di situ. Konsep jamaah itu bukanlah sesuatu yang setengah2. Sehingga wajar ketika sebagai pribadi gw memahami arti pentingnya sebuah jamaah yang dibarengi dengan suatu konsekuensi penyerahan diri yang total dengan baiat, maka ketika merasa tidak sanggup memilih untuk berada di luar, memilih menjadi jamaah Islam yang universal saja, jamaah tanpa seragam. Bukankah setiap manusia adalah imam bagi dirinya sendiri dan nanti akan dimintai pertanggungjawaban sendiri2? Wallahu alam bishawab (semoga tulisan ini bisa menjawab beberapa pertanyaan teman2 gw tentang perubahan gw, gw seperti ini bukan tidak mengerti, justru karena gw mengerti konsep berjamaah)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home