Mengingat Dua Sisi (In Memoriam Pak Harto)
"Bud, liat TV ga? gw pengen ke cendana dulu yah.. Panji membutuhkan gw"
Itu sms yang membangunkan gw di minggu siang (udah menjelang sore sih), yah minggu kemaren bukannya nyoblos (PILKADA) abis nyuci motor gw malah tidur dan kebangun gara2 sms dari temen gw yang emang selama ini sinting ngaku2 sebagai pacar, selingkuhan bahkan simpenan beberapa selebritis dan pejabat (woy sadar mbak!! he3x..). Keluar dari kamar gw liat nyokap gw lagi nonton TV dengan mata yang rada berkaca2, eh aya naon atuh?ono opo gerangan?
"Pak Harto meninggal..."
Itu kata nyokap gw, dan akhirnya bikin mata gw yang setengah melek jadi full melek. Kejadian selanjutnya bisa ditebak, gw mantengin tv hingga 'enek' karena siaran TV makin ga variatif, semuanya nyiarin berita itu (cuma O-Channel aja yang malah nayangin The Box klo ga salah pas gw liat, he3x, ga sensitif ya?tapi ga pa2lah, lumayan buat refreshing). Tingkat variasi siaran cuma berada pada teknis kemasan, ada yang mewawancarai tokoh, ada yang siaran langsung dari Cendana, ada yang nayangin profil Pak Harto plus backsound lagu gugur bunga.
Seolah rakyat Indonesia selama dua hari kemarin seperti disadarkan atas jasa2 Pak Harto, sebagai pemimpin yang baik, sehingga (ini yang gw khawatirkan) seperti timbul semacam kerinduan kembali ke masa lalu (klo istilah kerennya nostalgia) yang konon terasa serba mudah, misalkan harga sembako yang murah, minyak tanah tidak perlu antri, dolar masih kisaran 2000, ga ada ribut2 pilkada, pembangunan berjalan mulus dan sebagainya. Singkat kata, kata mereka jaman dulu itu sejahtera-lah. Termasuk temen baik gw si Beggy yang beberapa hari yang lalu (sebelum Pak HArto meninggal) ketika gw nginep di rumahnya sempet berkata-kata (sori Beg, gw lupa detailnya, tapi klo ga salah kata2 loe bunyinya kayak gini) :
"Coba liat sekarang, makin ga jelas gini, mendingan jaman Suharto aja rakyat ga susah, terutama dari sisi ekonomi"
Hmm.. memang sih, secara ekonomi mungkin kehidupan kita lebih baik ketika era Suharto berkuasa, saat itu gw masih kecil dan gw pun merasakan hal demikian, ga ada tuh antrian minyak tanah, sembako terjangkau, bayaran sekolah murah, pembangunan dimana2 (termasuk jalan2 aspal dan tol yang kita nikmati sekarang, sebagian besar adalah pembangunan era Suharto). Tapi kita juga mesti obyektif dalam menilai sesuatu terutama hal yang telah lewat. Bisa dikatakan gw saat itu termasuk orang yang merasakan hal2 yang enak di era Suharto (karena gw masih kecil dan gw belum terlalu mengerti), tapi bagaimana bagi orang2 yang sudah mengerti pada saat itu, bagaimana dengan anak2 di Aceh yang menjadi korban DOM, bagaimana bagi ustadz dan kyai yang setiap khutbah harus melalui 'sensor' karena takut dianggap ekstrimis, bagaimana dengan koran2 nasional yang harus menunggu 'budaya telepon' dari departemen penerangan dalam menentukan headlinenya, bagaimana dengan para aktivis mahasiswa di kampus yang kuliah di ikuti intel dan sewaktu2 bisa dituduh sebagai komunis, dsb kayaknya kita juga harus melihat kebelakang dengan sisi itu juga, yaitu sisi yang kelam.
Gw jadi pengen ngomong ke temn gw si Beggy :
"Beg, tiap jaman ada plus-minusnya, seenak2nya dulu, mungkin loe ga bakal bisa ngejalanin bisnis The Hystoria-loe, bisa2 loe dituduh makar, komunis dsb, dan seenggakenak-enggakenaknya sekarang (susah yah bahasanya) kita bisa bebas berbicara, kuliah ga perlu takut ada intel di kelas, kita bebas menulis berkata apa aja termasuk di blog tanpa takut dibredel, dsb"
Maksud gw menulis ini bukan berarti gw anti suharto atw pro suharto, tapi gw cuma ingin mengajak pembaca untuk bisa berpikir jernih, obyektif dan mengingat dua sisi dari sebuah rezim yang pernah berkuasa agar kita tidak terjebak pada rasa penyesalan dan rindu pada keindahan semu. Suharto adalah orang yang baik, jasa2nya banyak bagi negeri ini, namun perlu diingat, pembangunan kesejahteraan yang kita rasakan ternyata juga menyisakan tangis dan nyawa bagi sebagian besar rakyat Indonesia juga akibat sistem tirani tersembunyi.
Mahatir Muhammad pernah berkata :
Lebih baik sejahtera tapi membungkam demokrasi, itu menurut Mahatir, lalu apakah kita mau seperti itu? kembali ke era penuh kediktatoran demi sebuah kesejahteraan semu? bagi gw pribadi, lebih baik perut gw lapar tapi gw bisa bebas berbicara...(termasuk bebas jadi Golput ketika PILKADA kemaren, karena gw memutuskan untuk ga nyoblos)
2 Comments:
walah jo! lo men kutip aja..it was a joke man! gue cuma ngutip kata2 wong ndeso..masa gue mau hidup sejahtera tapi dari utang2 dan yg bayar anak cucu kite? kalo di majas tuh majas ironi...ayoh ralat di blog lo ini, sblom gue anggep lo sbagai GPK (gerakan pengacau keamanan) ato OTB (organisasi tanpa bentuk)..orba bgt kan tuh istilahnye..
5:07 PM
hahahaha.. sebegitu ngototnya Beg.. sabar2... tapi yang gw tangkep emang omongan loe kayak gitu Beg...
2:36 PM
Post a Comment
<< Home