Berpacu Melawan Realitas

Beberapa hari awal Ramadhan ini terasa berat buat gw, berat karena harus berhadapan dengan realitas kehidupan bahwa gw telah mengalami keterlambatan fase hidup (yang sebenarnya juga udah jauh hari gw sadari). Mengapa terasa berat? Yah seolah gw kayak dihadapkan kembali dengan kesalahan di masa lalu, menyesali realitas di waktu silam yang tidak mendukung perjalanan gw hingga akhirnya hal itu membuat gw terlambat. Terasa berat juga karena seolah selalu ada justifikasi bahwa sekarang gw hanyalah anak kemarin sore yang hanya leha-leha dan tidak menyadari hal ini. Gw belajar dari pengalaman semua kesalahan di masa lalu, karena itu apa yang gw lakukan sekarang adalah bentuk usaha optimisme dalam mengejar keterlambatan tersebut, dengan kembali menata kehidupan, tujuan dan cita-cita dan untuk mewujudkan itu gw juga udah punya 'bekal', bukan dengan 'tangan kosong' semata.

Memang orang bijak selalu bilang “Tak ada kata terlambat dalam mengejar cita-cita”, atau “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali”, tapi sayangnya orang2 bijak itu lupa, realitas tidak pernah mau toleransi dengan keterlambatan sekalipun dengan usaha mengejar keterlambatan itu sendiri.

Yang menjadi beban pikiran gw sekarang adalah, apakah gw lebih baik mengejar keterlambatan ini sendiri tanpa melibatkan orang yang gw sayangi karena beresiko dia jadi ikut (terjerumus) terlambat karena gw??? Padahal dia adalah akslerator gw dalam mengejar keterlambatan ini dan dia adalah tujuan gw dari semua ini.

Mungkin klo dalam penalaran logis dalam filsafat hampir mirip dengan Circulus In Probandio, realitas yang menyebabkan gw terlambat (walaupun realitas itu juga tidak pernah gw inginkan), dan kini keterlambatan gw tidak ditoleransi oleh realitas.. yah klo udah gini jalan satu2nya adalah berusaha yang terbaik, berlari secepat mungkin mengejar keterlambatan itu dan selalu berdoa ke Tuhan semoga realitas kali ini berpihak pada gw.

aku akan terus melakukan yang terbaik dan itu semua buat kamu...